Tauhid dan Pembagiannya
Tauhid dan Pembagiannya
Tauhid merupakan bagian yang terpenting dari agama ini, ia merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan pada setiap manusia. Tauhid juga merupakan inti ajaran dan dakwah selurun nabi dan rasul, meski syari'at yang dibebankan kepada masing-masing umat berbeda-beda.
Pada definisi yang terdahulu tauhid merupakan ilmu tentang mengesakan Tuhan, meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlash beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama dan sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ini ada tiga macam : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah serta tauhid asma wa sifat. Setiap macam dari ketiga jenis tauhid ini memiliki makna yang harus dijelaskan, sehingga menjadi terang perbedaan antara ketiganya
A. Tauhid Rububiyyah
Rubublyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT yaitu Rabb Nama ini memiliki beberapa arti, antara lain Al Murrabi (pemelihara), An Nashr (penolong). Al Malik (pemilik), Al Mushlih (yang memperbaiki), As Sayyid (Tuan) dan Al Wall (wali).
Secara istilah syari'at pengertian tauhid rububiyah adalah: "Percaya bahwa Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdimya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya
Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini :
1. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum Misalnya menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai, dll.
2. Beriman kepada takdir Allah.
3. Beriman kepada zat Allah
Tauhid rububiyah bukan merupakan-keseluruhan ajaran tauhid, ia hanya bagian dari keseluruhan itu. Seseorang yang telah mengakui kerububiyahan Allah belum tentu bahwa ia juga beriman kepada uluhiyah dan asma serta sifat-Nya Hal itu sebagaimana yang dialami oleh sebagian besar musyrikin Arab yang mengakui akan rububiyatullah namun mengingkari syari'at-Nya.
Tujuan dari tauhid rububiyah ini agar manusia mengakui akan keagungan Allah atas semua makhluk-Nya.
Baca juga :
B. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarub yang disyar'atkan, seperti berdo'a, nadzar, berkurban, raja' (berharap), takut, tawakkal, mahabbah, inabah dll.
Tauhid Uluhiyah merupakan tujuan dakwah para rasul Disebut demikian karena ulubiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-Nya 'Allah' yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki sifat Uluhiyah)
la juga disebut dengan tauhid ibadah, karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) Yang wajib menyembah Allah secara ikhlash, karena ketergantungan mereka kepada-Nya. Tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, karena ia adalah pondasi tempat dibangunnya amal. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau hal itu tidak terwujud maka akan bercocoklah lawannya yaitu syirik. Allah berfirman,
إن الله لا يغفر أن يشرك به
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa synk" (QS An Nisa' 48)
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS. Al An'am: 85)
Target daripada tauhid ini adalah agar manusia mengetahui bahwa hanya Allah-lah yang berhak diibadahi dengan benar sehingga ia mau tunduk dan taat kepada-Nya serta mengikuti ajaran-Nya.
Perbedaan tauhid Rububiyah dengan tauhid Uluhiyah itu dapat di ringkas pada point-point sebagai berikut:
- Secara etimologi bahwa Rububiyah diambil dari salah satu nama Allah, yaitu Rabb: Sedang uluhlyah diambil dari kala ilah itu sendiri.
- Tauhid Rububiyah terkait dengan masalah-masalah kauniyah (alam) Seperti menciptakan, menurunkan hujan, menghidupkan, mematikan dan semacamnya. Sedang tauhid uluhiyah terkait dengan perintah dan larangan seperti hukum wajib, haram, makhruh, halal dll.
- Kaum musyrikin meyakini kebenaran Tauhid Rububiyah tetapi menolak untuk mengakui Tauhid Uluhiyah, sebagaimana banyak disebutkan dalam Al Qur'an.
- Muatan Tauhid Rububiyah bersifat ilmiyah (pengetahuan) sedangkan muatan Tauhid Uluhiyah bersifat amaliyah (aplikatif)
- Tauhid Uluhiyah adalah konsekwensi pengakuan terhadap Tauhid Rububiyah. Artinya bahwa Tauhid Uluhiyah berada diluar tauhid Rububiyah, tetapi Tauhid Rububiyah tidak dianggap telah teraplikasi dengan benar kecuali bila ditindak lanjuti dengan Tauhid Uluhiyah dan bahwa Tauhid Uluhiyah merupakan pengakuan atas Tauhid Rububiyah dengan istilah lain bahwa Tauhid Rububiyah merupakan bagian dari Tauhid Uluhiyah.
- Tidak semua yang beriman kepada Tauhid Rububiyah itu secara otomatis menjadi seorang Muslim.
- Tauhid Rububiyah merupakan pengesaan Allah SWT. dengan perbuatan-perbuatan-Nya sendiri, seperti mengesakan Dia sebagai pencipta, pengatur dsb. Sedang Tauhid Uluhiyah mengesakan Allah dengan amal perbualan sang hamba, seperti shalat, shiam, zakat, haji, cinta, benci, rasa harap dan takut, rasa cemas dan semacamnya. Karena itu Tauhid Uluhiyah sering disebut dengan Tauhid Iradah dan Thalab (Tauhid kemauan dan permohonan).
C. Tauhid Asma' dan Sitat
Yaitu menetapkan dan mengakui bahwa Allah mempunyai nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna yang semua termaksud dalam ayat-ayat Al Qur'an dan sunnah nabawiyah.
Kaum salat berpendapat bahwa kita harus mengakui dan menetapkan semua asma dan sifat Allah yang termaktub dalam Al Qur'an dan sunnah tanpa sedikitpun melakukan penalian. tahrif, ta'til, takyif (penentuan subtansi) maupun tamsil. Pendapat seperti ini di dasarkan pada firman Allah yang berbunyi:
"Tidak sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS. 42: 11)
Kandungan Asma' Husna Allah
Nama-nama mulia ini bukanlah sekedar nama kosong yang tidak memiliki makna dan sifat, justru ia adalah nama yang menunjukkan kepada makna yang mulia dan sifat yang agung. Setiap nama menunjukkan kepada sifat, maka nama Ar Rahman dan Ar Rahiim menunjukkan sifat rahmat bagi Allah, As Sami' dan Al Bashir menunjukkan sifat mendengar dan melihat, Al Alim menunjukkan sifat ilmu yang luas, Al Karim menunjukkan sifat dermawan dan mulia. Begitulah seterusnya, setiap nama dari nama-nama-Nya menunjukkan sifat dari sifat-sifat Nya.
Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata;
Nama-nama Rabb Swt. menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, karena ia diambil dari sifat-sifat-Nya. Jadi ia adalah nama sekaligus sifat, dan karena itulah ia menjadi husna. Sebab andaikata ia hanya lafadz-lafadz yang tidak bermakna maka ia tidak disebut husna, juga tidak menunjukkan kepada pujian dan kesempurnaan...." (Lihat Madanijus Salikin: 1/28, -29)
Komentar
Posting Komentar